Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan teater
realisme adalah Stanislavsky. Stanislavsky memusatkan diri pada pelatihan
keaktoran dengan pencarian laku secara psikologis. Salah satu tulisannya, The
Method menjelaskan bahwa akting realis harus mampu meyakinkan penonton bahwa
apa yang dilakukan aktor adalah akting yang sebenarnya. Stanislavsky
menjelaskan bahwa seorang aktor haruslah memiliki keyakinan untuk meyakinkan
(to justify) dan membuat penonton percaya (make believe).
Beberapa prinsip pelatihan aktor dengan metode Stanislavsky,
yaitu :
1.Aktor
harus memiliki fisik prima, fleksibel, dan vokal yang t erlatih dengan baik agar
mampu memainkan berbagai peran.
2. Aktor harus mampu melakukan observasi
kehidupan sehingga ia mampu menghidupkan akting, memperkaya gestur, serta
mencipta vokal yang tidak artifisial. Observasi diperlukan agar aktor mampu
membangun perannya.
3. Aktor harus menguasai kekuatan posisinya untuk
menghadirkan imajinasinya. Imajinasi diperlukan agar aktor mampu membayangkan
dirinya dengan karakter dan situasi yang diperankannya. Kemampuan berimajinasi
adalah kemampuannya untuk mengingat kembali pengalaman masa lalunya yang dapat
digunakan untuk mengisi emosi yang dimiliki oleh tokoh.
4. Aktor harus mengetahui dan memahami tentang
naskah lakon. Penokohan, tema, jalinan cerita dramatik, dan motivasi tokoh
harus dikembangkan aktor dan dijalin dalam suatu keutuhan karakter.
5. Aktor harus berkonsentrasi pada imaji, suasana
dan kekuatan panggung.
6. Aktor harus bersedia bekerja secara
terus-menerus dan serius mendalami pelatihan dan kesempurnaan diri dan
penampilan perannya (Yudiaryani, 2002 : 243-244).
Stanislavsky (2008 : 43-44) mengatakan bahwa aktor harus
mampu menjadikan tubuh ekspresif. Aktor membutuhkan tubuh yang kuat, bertenaga
besar, berkembang dalam proporsi yang baik, bagus bangunnya, tapi tanpa
keberlebihan yang tidak wajar. Latihan olah tubuh, membuat aktor menghidupkan
kembali dan menguatkan fungsi-fungsi otot. Sehingga aktor telah mulai
menghasilkan gerak-gerak baru, mengalami sensasi-sensasi baru, menciptakan
kemungkinan-kemungkinan tindakan dan ekspresi yang halus dan kaya nuansa.
Latihan ini berguna untuk menjadikan sarana ketubuhan aktor lebih gesit,
lentur, ekspresif dan bahkan lebih peka. Mengenai vokal,
Stanislavsky (2008 : 100 & 103) mengatakan bahwa berbicara adalah musik. Teks yang harus diucapkan oleh tokoh adalah melodi, opera atau simfoni. Pengucapan di atas panggung adalah seni yang sama sulitnya dengan seni suara dan membutuhkan latihan dan teknik yang mendekati sempurna. Aktor hendaknya merasakan orkestra lengkap meski hanya dalam satu frasa saja. Setiap aktor harus punya kemampuan pengucapan (diksi) dan pelafalan (artikulasi) yang sangat baik. Aktor harus merasakan tak hanya setiap kalimat dan kata, melainkan setiap suku kata, setiap huruf. Hal tersebut kelihatannya sederhana, tetapi makin sederhana suatu kebenaran, makin banyak waktu bagi aktor untuk benar-benar memahaminya.
Stanislavsky (2008 : 100 & 103) mengatakan bahwa berbicara adalah musik. Teks yang harus diucapkan oleh tokoh adalah melodi, opera atau simfoni. Pengucapan di atas panggung adalah seni yang sama sulitnya dengan seni suara dan membutuhkan latihan dan teknik yang mendekati sempurna. Aktor hendaknya merasakan orkestra lengkap meski hanya dalam satu frasa saja. Setiap aktor harus punya kemampuan pengucapan (diksi) dan pelafalan (artikulasi) yang sangat baik. Aktor harus merasakan tak hanya setiap kalimat dan kata, melainkan setiap suku kata, setiap huruf. Hal tersebut kelihatannya sederhana, tetapi makin sederhana suatu kebenaran, makin banyak waktu bagi aktor untuk benar-benar memahaminya.
Aktor haruslah memahami proses menanamkan dan melatih
unsur-unsur yang diperlukan di dalam dirinya untuk menciptakan tokoh dengan
watak tertentu, dan untuk itu itu aktor memerlukan observasi. Observasi
merupakan usaha peninjauan yang dilakukan aktor dengan cermat. Aktor melakukan
ekstropeksi, yakni mengamati dan mempelajari proses jiwa dengan cara yang
teratur.
Hal ini dilakukan dengan mencoba merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, yaitu dengan melihat orang lain, memperhatikan segala tindakan yang kasat mata. Peristiwa-peristiwa tersebut disimpan dalam ingatan kreatifnya, untuk sewaktu-waktu digunakan. Ingatan-ingatan yang diperoleh dari sejumlah observasi atas peristiwa insa ini selanjutnya kita sebut sebagai “ilham yang dikuasai”. Lalu aktor melakukan instropeksi. Instropeksi ialah kebalikan dari ekstropeksi.
Melibatkan proses jiwa yang berlangsung dalam diri untuk menemukan pengetahuan mendasar mengenai pengalaman rasa. Ilham yang telah dikuasai yang telah tersimpan di dalam ingatan kreatif ditransformasikan ke jiwa. Aktor lalu melakukan retropeksi yaitu tahap pelik diantara ekstropeksi dan instropeksi. Dalam proses ini, sasaran observasinya adalah yang tengah berlangsung, yaitu di satu pihak melakukan pengamatan dan di lain pihak pada waktu yang bersamaan melakukan juga penghayatan.
Hal ini dilakukan dengan mencoba merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, yaitu dengan melihat orang lain, memperhatikan segala tindakan yang kasat mata. Peristiwa-peristiwa tersebut disimpan dalam ingatan kreatifnya, untuk sewaktu-waktu digunakan. Ingatan-ingatan yang diperoleh dari sejumlah observasi atas peristiwa insa ini selanjutnya kita sebut sebagai “ilham yang dikuasai”. Lalu aktor melakukan instropeksi. Instropeksi ialah kebalikan dari ekstropeksi.
Melibatkan proses jiwa yang berlangsung dalam diri untuk menemukan pengetahuan mendasar mengenai pengalaman rasa. Ilham yang telah dikuasai yang telah tersimpan di dalam ingatan kreatif ditransformasikan ke jiwa. Aktor lalu melakukan retropeksi yaitu tahap pelik diantara ekstropeksi dan instropeksi. Dalam proses ini, sasaran observasinya adalah yang tengah berlangsung, yaitu di satu pihak melakukan pengamatan dan di lain pihak pada waktu yang bersamaan melakukan juga penghayatan.
Aktor hidup, meratap, tertawa di atas panggung, tapi ketika
meratap dan tertawa itu, ia mengamati airmata dan kegembiraannya sendiri,
karena itulah aktor membelah dirinya ketika berakting. Kehidupan ganda inilah,
keseimbangan antara kehidupan dan permainan peran inilah, yang memunculkan
seni. Pembelahan diri ini tidak merugikan inspirasi. Sebaliknya, pembelahan
diri dan inspirasi justru saling menguatkan. Kehidupan nyata kita pun kehidupan
ganda. Tapi itu tidak lalu membuat kita tak dapat hidup dan mengalami emosi
kuat yang kita hayati.
Dalam pembelahan dirinya itu ada dua garis perspektif yang sejajar, yaitu garis yang pertama ialah perspektif peran, dan garis kedua ialah perspektif si aktor, kehidupannya di panggung, psiko-tekniknya ketika sedang melakukan pemeranan. Pada saat-saat tertentu kedua perspektif tersebut bisa saja merenggang bila karena sesuatu hal, aktor terbawa menjauh dari arah utama perannya oleh sesuatu yang eksternal dan tidak relevan.
Kemudian ia kehilangan perspektif perannya. Untunglah ada psikologi-teknik yang kegunaannya adalah justru untuk menyediakan cara untuk selalu menarik kita kembali ke jalan yang benar.
Dalam pembelahan dirinya itu ada dua garis perspektif yang sejajar, yaitu garis yang pertama ialah perspektif peran, dan garis kedua ialah perspektif si aktor, kehidupannya di panggung, psiko-tekniknya ketika sedang melakukan pemeranan. Pada saat-saat tertentu kedua perspektif tersebut bisa saja merenggang bila karena sesuatu hal, aktor terbawa menjauh dari arah utama perannya oleh sesuatu yang eksternal dan tidak relevan.
Kemudian ia kehilangan perspektif perannya. Untunglah ada psikologi-teknik yang kegunaannya adalah justru untuk menyediakan cara untuk selalu menarik kita kembali ke jalan yang benar.
Perspektif ialah saling berhubungan dan distribusi yang
terperhitungkan dan harmonis antara bagian-bagian dalam keutuhan suatu lakon
dan peran. Ada tiga perspektif yang diungkapkan oleh Stanislavsky yaitu:
1. Perspektif
pemikiran yang disampaikan (perspektif logis).
2. Perspektif dalam penyampaian perasaan yang
rumit (perspektif batin).
3. Perspektif artistik, yang digunakan untuk menambahkan warna dan ilustrasi yang jelas dan hidup pada cerita. Jelas oleh Stanisklavski dijelaskan bahwa lakon mempelajari lakon sebagai suatu keutuhan dengan komperehensif lebih memperkaya persfektif keaktoran dan peran.
Imajinasi memiliki peranan penting untuk lebih memperdalam
persfektif. Seni adalah hasil imajinasi, demikian juga halnya dengan karya
seorang pengarang drama. Tujuan seorang aktor adalah mempergunakan tekniknya
untuk merubah lakon itu menjadi aktualitas teater.
Dalam proses ini imajinasi memainkan peranan yang sangat penting sekali. Imajinasi adalah suatu cara bagi seorang aktor untuk mendekati pikiran dan perasaan karakter/tokoh yang akan dimainkan sehingga dia dapat menempatkan dirinya dalam situasi si tokoh.
Metode ini merupakan proses imajinasi dimana di aktor melakukan identifikasi dengan karakter/tokohnya. Di setiap identifikasi dengan tokohnya, si aktor harus melihat pengalaman hidupnya dan pengalaman hidup yang paling relevan untuk ditransfer ke pengalaman hidup yang dimiliki si tokoh. Si aktor harus mampu menyelidiki asal mula dirinya sendiri untuk dapat tulus dan jujur pada realita eksistensi dirinya yang baru. Imajinasi menciptakan hal-hal yang mungkin ada atau mungkin terjadi, sedangkan fantasi membuat hal-hal yang tidak ada, dan tidak pernah ada. Tapi siapa tahu, suatu hari kesemuanya itu mungkin ada. Bagi seorang aktor, proses kreatif ini dipimpin oleh imajinasinya.
Dalam proses ini imajinasi memainkan peranan yang sangat penting sekali. Imajinasi adalah suatu cara bagi seorang aktor untuk mendekati pikiran dan perasaan karakter/tokoh yang akan dimainkan sehingga dia dapat menempatkan dirinya dalam situasi si tokoh.
Metode ini merupakan proses imajinasi dimana di aktor melakukan identifikasi dengan karakter/tokohnya. Di setiap identifikasi dengan tokohnya, si aktor harus melihat pengalaman hidupnya dan pengalaman hidup yang paling relevan untuk ditransfer ke pengalaman hidup yang dimiliki si tokoh. Si aktor harus mampu menyelidiki asal mula dirinya sendiri untuk dapat tulus dan jujur pada realita eksistensi dirinya yang baru. Imajinasi menciptakan hal-hal yang mungkin ada atau mungkin terjadi, sedangkan fantasi membuat hal-hal yang tidak ada, dan tidak pernah ada. Tapi siapa tahu, suatu hari kesemuanya itu mungkin ada. Bagi seorang aktor, proses kreatif ini dipimpin oleh imajinasinya.
Membuka pintu imajinasi untuk keaktoran memerlukan teknik yang rumit karena karakter-karakter tokoh tidak diciptakan untuk dilihat secara individu, mereka diciptakan untuk tujuan tertentu sebagai bagian dari keseluruhan stuktur. Hubungan mereka harus jelas menurut mekanisme struktur naskah itu jika hasilnya ingin benar. Karakter tudak dapat dimengerti jika kita tidak tahu bagaimana mereka menjadi bagian dari keseluruhan struktur. Bertolak dari lakonlah, aktor bisa menggunakan imajinasinya lebih terarah dan rapi. Menganalisa naskah menurut Stanislavsky, berarti membaginya dalam beberapa bagian, agar bisa mengerti dengan baik setiap tujuan peran dan sasaran yang ada dalam naskah.
Aktor perlu mencari dan menciptakan tujuan perannya di dalam
lakon. Karena itu pembagian sebuah lakon menjadi satuan-satuan dan mempelajari
strukturnya memiliki satu tujuan. Di setiap satuan tersimpan suatu sasaran
kreatif. Setiap sasaran merupakan bagian
organik dari satuan, atau sebaliknya, ia menciptakan satuan yang melingkupinya.
Sasaran akan menjadimercusuar yang menunjukkan jalan yang benar.
Kesalahan aktor ialah karena mereka lebih memikirkan hasil daripada memikirkan tindakan-tindakan yang harus mempersiapkan hasil itu. Menghindarkan tindakan dan menuju langsung pada hasil, maka aktor akan memperoleh sebuah produk yang dipaksakan yang cuma akan memperlihatkan permainan picisan. Aktor tidak menatap pada hasil. Hendaknya ia bermain dengan benar, penuh dan dengan tujuan yang bulat.
Kesalahan aktor ialah karena mereka lebih memikirkan hasil daripada memikirkan tindakan-tindakan yang harus mempersiapkan hasil itu. Menghindarkan tindakan dan menuju langsung pada hasil, maka aktor akan memperoleh sebuah produk yang dipaksakan yang cuma akan memperlihatkan permainan picisan. Aktor tidak menatap pada hasil. Hendaknya ia bermain dengan benar, penuh dan dengan tujuan yang bulat.
Di atas panggung, aktor harus berbuat atau berlaku, baik
secara lahir maupun secara batin. Di atas panggung, jangan sekali-kali berlari
sekadar untuk berlari atau menderita sekadar untuk menderita. Jangan bermain
secara “umum” sekadar untuk bermain, bermainlah dengan suatu tujuan. Aktor
memerlukan dialog bukan sekedar untuk dihafalkan tanpa dipikirkan dengan
mendalam akan tetapi untuk diutarakan dengan bermakna. Mereka menaruh dialog
itu bukan pada otot-otot lidahnya dan juga bukan di dalam otaknya, akan tetapi
di dalam sukmanya dari mana pemain mengejar super objective (tujuan utama
peran).
Dialog diucapkan sangat efektif. Laku dan pikiran yang tepat sudah ditentukan. Sekarang aktor makin dekat dengan peran itu. Aktor telah memiliki landasan yang kuat. Selalu ingatlah yang dikatakan oleh Stanislavsky bahwa separuh jiwa aktor terserap oleh tujuan utama perannya, oleh serangkaian tindakan, subteks, citra-citra batinnya.
Tapi separuh jiwanya yang lain terus saja bekerja secara psiko-teknik. Imajinasi aktor mewujudkan tujuan utama peran ke dalam aktualisasi teater. Untuk itu mempelajari, mencari tujuan utama dalam proses analisa lakon merupakan langkah untuk menemukan peran lalu memanusiakan tokoh tersebut.
Dialog diucapkan sangat efektif. Laku dan pikiran yang tepat sudah ditentukan. Sekarang aktor makin dekat dengan peran itu. Aktor telah memiliki landasan yang kuat. Selalu ingatlah yang dikatakan oleh Stanislavsky bahwa separuh jiwa aktor terserap oleh tujuan utama perannya, oleh serangkaian tindakan, subteks, citra-citra batinnya.
Tapi separuh jiwanya yang lain terus saja bekerja secara psiko-teknik. Imajinasi aktor mewujudkan tujuan utama peran ke dalam aktualisasi teater. Untuk itu mempelajari, mencari tujuan utama dalam proses analisa lakon merupakan langkah untuk menemukan peran lalu memanusiakan tokoh tersebut.
Sebuah naskah, seluruh arus sasaran individual dan sasaran
kecil, semua pikiran imajinatif, perasaan dan tingkah laku seorang aktor, harus
berpadu untuk melaksanakan sasaran utama plot. Ikatan bersama ini harus begitu
kuat. Dorongan ke arah sasaran utama harus bersifat terus menerus dalam sebuah
lakon. Jika dorongan ini sumbernya bersifat asal, maka ia hanya akan memberikan
pengarahan yang kira-kira mendekati pada lakon itu. Jika ia bersifat manusiawi
dan diarahkan pada pelaksanaan tujuan dasar lakon, maka ia tak ubahnya sebagai
urat nadi utama yang menyalurkan makanan dan hidup.
Rumusan sasaran-sasaran yang tepat adalah:
1. Sasaran itu harus berada di sisi aktor di belakang lampu kaki. Sasaran itu harus terarah pada aktor-aktor kawan aktor bermain dan bukan pada penonton.
2. Sasaran-sasaran itu harus merupakan sasaran pribadi, tapi analog dengan watak yang aktor gambarkan.
3. Sasaran itu harus kreatif dan artistik, karena fungsinya adalah untuk memenuhi tujuan utama seni aktor, yaitu menciptakan kehidupan sukma manusia dan kemudian menyampaikannya dalam bentuk artistik.
4. Sasaran itu harus benar, sehingga aktor dan penonton bisa mempercayainya
5. Sifatnya harus begitu rupa, sehingga ia menarik
dan menghiraukan aktor.
6. Ia harus jelas dan tipikal untuk peranan yang
aktor mainkan. Dia tidak bisa membiarkan kekaburan-kekaburan. Ia harus terjalin
dengan jelas dalam tenunan peranan aktor.
7. Ia harus
mempunyai nilai dan isi yang dapat berhubungan dengan sosok dalam peranan
aktor. Ia tidak boleh dangkal dan bersifat kulit saja.
8. Sasaran itu harus aktif hingga peranan aktor didorong maju dan tidak membiarkan dia macet (Stanislavsky, 1980 : 129).
Suatu hal yang penting untuk sebuah sasaran, ia harus bisa
masuk akal, ia harus merupakan sesuatu yang menarik bagi sang aktor, hingga ia
beroleh keinginan untuk mencapainya. Magnetisme ini merupakan suatu tantangan
bagi kemauan kreatifnya. Sasaran-sasaran atau objektif-objektif yang mengandung
sifat-sifat yang diperlukan ini disebut sasaran kreatif. Sasaran fisik dan
psikologis tidak dapat dipisahkan.
Setiap sasaran harus mengandung benih tindakan dalam dirinya (Stanislavsky, 1980 : 131). Kata kerja merangsang pikiran dan perasaan yang kemudian merupakan tantangan batin untuk berbuat. Kekuatan yang terkandung dalam setiap sasaran adalah triumvirat, yaitu : rasa, pikiran atau intelek dan kemauan. Jika aktor menggerakkan pikiran aktor untuk bertindak, maka dengan itu sekaligus aktor menggugah kemauan dan perasaan aktor Stanislavsky (1980 : 137).
Setiap sasaran harus mengandung benih tindakan dalam dirinya (Stanislavsky, 1980 : 131). Kata kerja merangsang pikiran dan perasaan yang kemudian merupakan tantangan batin untuk berbuat. Kekuatan yang terkandung dalam setiap sasaran adalah triumvirat, yaitu : rasa, pikiran atau intelek dan kemauan. Jika aktor menggerakkan pikiran aktor untuk bertindak, maka dengan itu sekaligus aktor menggugah kemauan dan perasaan aktor Stanislavsky (1980 : 137).
Cerpen Kucing Hitam karya Edgar Allan Poe yang telah digubah menjadi monolog dalam beberapa pergelaran teater. Tokoh ”Aku” memiliki tujuan untuk menghancurkan beban yang menghimpit jiwanya. ’Rumah’ dalam ucapan pertama ’untuk cerita amat ajaib ini yang tejadi dalam rumahku’ bukan rumah segi empat namun rumah batin dalam dirinya yang telah digerogoti oleh luka masa lalunya. “Aku” selalu bermain dengan binatang-binatang kesayangan yang diberikan oleh orang tuanya. Hampir di setiap waktunya, ia habiskan untuk bermain dengan binatang-binatang tersebut.
Hal ini memperlihatkan bahwa telah terjadi deprivasi maternal, yaitu kurangnya kasih sayang ibu. Sang ibu tidak mendisiplinkan dirinya dan menunjukkan sedikit kasih sayang kepadanya. Akibatnya dinamika hubungan sosialnya menjadi berkurang. “Bersama merekalah kuhabiskan sebagaian besar waktuku”, memperlihatkan bahwa “Aku” tidak cukup diperhatikan oleh orang tua dan teman-temannya.
Salah satu yang menyebabkan ”Aku” tidak mampu untuk berinteraksi sosial adalah sifat kelembutan hatinya yang berlebihan. Sifat itulah yang menyebabkan dirinya menjadi pemalu. Dunia binatang menjadi pelariannya karena ia merasa ”ditolak” oleh dunia, oleh orang tua dan teman-temannya.
Ia pun bisa menyimpulkan bahwa ”Dalam cinta binatang yang rela dan suka berkorban ini, ada sesuatu yang langsung merasuk ke hati seseorang yang kerapkali untuk menguji persahabatan kerdil atau ketaatan kabur yang dihasilkan oleh manusia”. Dari situ, bisa dilihat bahwa menurutnya, rasa cinta dan kasih yang dimiliki oleh binatang lebih hebat daripada yang dimiliki manusia.
Berasal dari masa lalu inilah, bisa dilihat ketidakseimbangan tokoh “Aku” di kehidupan berikutnya. Sumber permasalahan “Aku” adalah dirinya sendiri beserta masa lalunya yang suram. Masa lalu ditolak oleh orang tua dan sifat pemalunya yang berkepanjangan. Ia tidak bisa mengatasi permasalahan dirinya.
Ia mencari pelarian, menipu diri dan akhirnya menyakiti binatang dan istrinya yang sebenarnya bukanlah sumber masalah yang dimaksud. Alkoholisme hanyalah pelarian yang kemudian menyebabkan pelarian diri lain yang semakin terbuka. Hal ini sudah semakin tidak lagi proposional dan menyebabkan ia gelap mata (blind rage). ‘Ketiadaan rasa cinta’ menjadi salah satu ciri dalam kepribadian tokoh “Aku”. “Aku” di masa muda terus menarik diri dari sosial. Ia dingin secara emosional dan konsisten untuk memilih aktivitas-aktivitas yang menyendiri. ‘Benci terhadap diri sendiri’ disembunyikan dengan berbagai cara. Salah satu ekspresi membenci diri sendiri yang paling sering dijumpai adalah perasaan inferioritas dalam bermayarakat. Pada dasarnya, orang-orang ini tidak merasa membenci diri sendiri; apa yang mereka rasakan hanyalah merasa rendah diri karena merasa bodoh, tidak atraktif, atau memiliki sesuatu yang tidak dapat dibanggakan. Tujuan akhir dari kebencian ialah penghancuran di luar objek dirinya sendiri. Dengan menghancurkan, berarti manusia memperoleh kekuatan dalam batas-batas relatif, bukan absolut. “Aku” membenci dirinya sendiri. Ia menekan. Ia merepresi perasaan inferior yang hadir dalam dirinya. Benci karena tidak ada yang memperhatikannya. Benci karena dunia membuangnya.
Perasaan tentang tidak mengetahui jawaban ini semakin menambah luka yang dialami. Luka tersebut menjadi dandanannya, menjadi pesona diri. Luka ini menggerogoti dirinya dan pada akhirnya – luka telah menjadi ‘dirinya sendiri’. Luka ini menjadi tajam, menjadi krusial dalam situasi konflik kejiwaannya. Luka ini terpaksa ia tekan. Harus ditekan. Lari darinya dan berpura-pura untuk menghindari konflik-konflik batin. Namun, luka yang ia tekan (represi) merupakan sebuah pelarian diri. Kepura-puraan, penarikan diri dari realitas.
Dan apa yang ditekan itu tidak hilang, melainkan tertinggal dalam alam bawah sadar pikirannya. Secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka, luka yang tidak disembuhkan, meskipun terkubur dapat muncul untuk memainkan peran yang berbahaya dan irrasional. “Aku” tidak merasa bebas, seakan-akan ia didorong dari dalam untuk mengulangi tindakan-tindakan ganjil (perhatikan adegan penyiksaan terhadap kucing baru).“Aku” habiskan waktu, habiskan tenaga untuk mengatasi lukanya itu, berusaha untuk menemukan dirinya kembali. Aku gagal mengenali inti masalahnya dan dengan ini memastikan bahwa tidak ada bantuan yang tepat yang ditemukan untuknya. “Aku” melakukan perjalanan panjang dalam batinnya tanpa mengetahui mengapa – tanpa jawaban. Jawaban itu menurutnya ditemukan dalam jati diri kucing hitam. Ia tidak mampu melihat hubungan antara rasa sakitnya dari masa lampau dengan keadaan sulit yang dialaminya di masa kini.
Ia mengalami rasa malu pada dirinya sendiri, rasa jijik, benci terhadap identitas dirinya. Dan kucing hitam hanyalah pelarian dari kebenciannya pada diri sendiri. Kucing adalah kompensasi. Kucing hanyalah tipuan diri. Kucing hanyalah kebohongan diri. Cinta kepada kucing hanyalah manipulasi diri. Manipulasi dari kebencian terhadap dirinya sendiri. Kebencian karena tak kunjung menemukan jawaban atas dirinya sendiri. Kebencian akan luka yang terlanjur sudah melekat.
Stanislavsky menekankan bahwa apapun yang terjadi di atas
panggung semuanya harus memiliki tujuan. Bahkan sekedar untuk duduk, harus
dengan suatu tujuan, suatu tujuan khusus, bukan hanya sekadar supaya bisa
kelihatan oleh penonton. Aktor harus memenangkan haknya untuk duduk di sana dan
hal itu tidaklah mudah.
Seseorang yang duduk tanpa bergerak di atas panggung tidak selalu berarti memperlihatkan sikap yang pasif. Aktor bisa saja duduk tanpa bergerak tapi sekaligus penuh dengan laku. Bukan hanya itu saja, seringkali fisik yang tidak bergerak adalah akibat langsung dari ketegangan batin dan secara artistik justru kegiatan batin yang lebih penting.
Seseorang yang duduk tanpa bergerak di atas panggung tidak selalu berarti memperlihatkan sikap yang pasif. Aktor bisa saja duduk tanpa bergerak tapi sekaligus penuh dengan laku. Bukan hanya itu saja, seringkali fisik yang tidak bergerak adalah akibat langsung dari ketegangan batin dan secara artistik justru kegiatan batin yang lebih penting.
Laku yang tumbuh dalam diri pemain dengan perlahan-lahan melalui proses latihan dan perenungan. Objective pertama telah larut dengan objective yang baru, sehingga objective yang pertama tidak dibutuhkan lagi. Aktor harus mengerjakan seluruh naskah sampai mencapai super objective dari naskah dan peran. Seorang aktor yang mengerti dengan mendalam dan sempurna super objective, kemudian memahami dengan baik objective peran dalam setiap adegan dan semua objective itu bertautan dengan naskah sandiwara itu maka sebuah garis laku yang amat kuat akan dihasilkan dan semua peran akan dimainkan dengan tidak sadar.
Sebelum mendapatkan satu objective harus melalui proses bit pada setiap dialog. Setiapobjective yang besar akan menghancurkan dan menyerap dalam dirinya semua objective terkecil yang mendahuluinya yang mengendap ke bawah sadar. Tangkap super objective dari peran itu dan segala sesuatunya akan membantu aktor untuk membawanya ke super objective peran itu.
Pencarian dan objective dan super objective oleh seorang
aktor diperlukan pekerjaan yang sangat mendetail dalam menganalisis drama.
Stanislavsky (1980 : 126) menekankan bahwa jangan uraikan sebuah lakon lebih
dari seperlunya, jangan pegunakan detail sebagai penunjuk jalan.
Ciptakan alur yang digariskan oleh pembagian-pembagian besar yang telah diteliti sebaik-baiknya dan diisi dengan detail-detail yang terkecil. Tanyakanlah pada diri sendiri : Apa inti dari lakon ini – inti harus ada ? Lalu aktor teliti titik-titik pokok tanpa menyibukkan diri dengan detail-detail. Setelah membagi lakon atas episoda-episoda organis pokoknya – satuan-satuannya yang terbesar. Sekarang sadaplah dari setiap satuan ini isi pokoknya. Sehingga aktor akan memperoleh garis besar batin dari keseluruhan lakon ini. Setiap satuan kemudian dibagi lagi menjadi bagian sedang dan kecil, yang keseluruhan ini menjadikan rangkaian cerita itu.
Ciptakan alur yang digariskan oleh pembagian-pembagian besar yang telah diteliti sebaik-baiknya dan diisi dengan detail-detail yang terkecil. Tanyakanlah pada diri sendiri : Apa inti dari lakon ini – inti harus ada ? Lalu aktor teliti titik-titik pokok tanpa menyibukkan diri dengan detail-detail. Setelah membagi lakon atas episoda-episoda organis pokoknya – satuan-satuannya yang terbesar. Sekarang sadaplah dari setiap satuan ini isi pokoknya. Sehingga aktor akan memperoleh garis besar batin dari keseluruhan lakon ini. Setiap satuan kemudian dibagi lagi menjadi bagian sedang dan kecil, yang keseluruhan ini menjadikan rangkaian cerita itu.
Aktor harus menuangkan dalam kalimat adalah sebagian dari
hidupnya sendiri. Ia bicara sesuai dengan haknya sebagai seseorang yang
ditempatkan dalam lakon. Pikiran, perasaan, konsep dan pemikiran pengarang
dirubah menjadi miliknya sendiri. Bukan pula satu-satunya tujuan untuk
menyampaikan kalimat itu begitu rupa, hingga bisa dimengerti.
Bagi aktor yang terpenting adalah merasakan hubungan batinnya dengan apa yang diucapkannya. Mereka harus mengikuti kemauan kreatif dan keinginannya sendiri. Di sini kekuatan pendorong kehidupan psikisnya bersatu dalam perbuatan dan saling terkait.Kekuatan yang dipersatukan ini bagi aktor adalah penting sekali untuk mencapai tujuan-tujuan praktisnya.
Bagi aktor yang terpenting adalah merasakan hubungan batinnya dengan apa yang diucapkannya. Mereka harus mengikuti kemauan kreatif dan keinginannya sendiri. Di sini kekuatan pendorong kehidupan psikisnya bersatu dalam perbuatan dan saling terkait.Kekuatan yang dipersatukan ini bagi aktor adalah penting sekali untuk mencapai tujuan-tujuan praktisnya.
Aktor perlu mengembangkan teknik yang tepat. Dasarnya ialah
tidak memanfaatkan saling interaksi yang terdapat antara triumvirat, bukan saja
untuk membangkitkannya dengan cara-cara alamiah, tapi juga untuk
mempergunakannya untuk menggerakkan unsur-unsur kreatifnya. Kadang-kadang ketiganya
bergerak secara spontan, secara bawah sadar.
Pikiran lebih mudah memberikan reaksi pada perintah-perintah. Sang aktor menyadap pikiran dalam kalimat peranannya dan dengan demikian, sampai pada konsep artinya. Konsep ini mengantarkan dia kepada suatu pendapat tentangnya yang serta-merta akan menggugah perasaan dan kemauannya. Pikiran memberikan plot dan dimana ia terjadi. Hal tersebut akan menciptakan suatu konsep tentang gerakan dan bersama-sama semua itu menggugah perasaan dan kemauan. Jika emosi itu bereaksi, maka semuanya akan terjadi dalam urutan yang wajar. Sebuah konsep atau pengertian muncul, disusul oleh bentuk yang dipikirkan dan bersama-sama semua itu akan menggugah kemauan.
Pikiran lebih mudah memberikan reaksi pada perintah-perintah. Sang aktor menyadap pikiran dalam kalimat peranannya dan dengan demikian, sampai pada konsep artinya. Konsep ini mengantarkan dia kepada suatu pendapat tentangnya yang serta-merta akan menggugah perasaan dan kemauannya. Pikiran memberikan plot dan dimana ia terjadi. Hal tersebut akan menciptakan suatu konsep tentang gerakan dan bersama-sama semua itu menggugah perasaan dan kemauan. Jika emosi itu bereaksi, maka semuanya akan terjadi dalam urutan yang wajar. Sebuah konsep atau pengertian muncul, disusul oleh bentuk yang dipikirkan dan bersama-sama semua itu akan menggugah kemauan.
Setelah mengetahui tujuan utama tokoh, tentu aktor membuka
pintu imajinasinya dengan ingatan emosi yang dipunyainya. Otak manusia sering
merekam peristiwa-peristiwa yang sangat emosional karena memang hal tersebut
penting untuk kelangsungan hidup. Rekaman ini disimpan di gudang data
pikirannya dan siap untuk dipergunakan jika peristiwa emosional yang serupa
muncul. misalnya, kita pernah menderita luka hati dan rasa tidak enak dari
tekanan psikologis yang berat pada masa silam dan mungkin detail-detail
peristiwa yang penting dan jelas teringat di pikiran itu sudah direkam di
pikiran kita. Ingatan emosi seperti itu berguna untuk menciptakan hubungan yang
lebih pribadi untuk si karakter. Ingatan emosi dilakukan oleh aktor yang tentu
disesuaikan dengan tujuan utama peran, karena tujuan utama peran ialah
mercusuar untuk aktor.
Aktor mengembangkan perwatakan lahiriah dengan sumber dari
diri aktor sendiri, selain dari orang lain, dari kehidupan nyata atau imajiner,
seturut intuisi dan amatan aktor atas diri sendiri dan orang lain. Aktor
memperolehnya dari pengalaman hidup aktor sendiri atau pengalaman hidup
teman-teman aktor, dari foto-foto, lukisan, sketsa, buku, cerita, novel, atau
sebuah peristiwa sederhana. Satu-satunya syarat yang harus dipenuhi adalah
bahwa selama melakukan penelitian lahiriah ini aktor tidak boleh kehilangan
diri batiniahnya.
Untuk proses ingatan emosi, Stanislavsky mengajarkan metode
”The Magic if”, atau yang dalam bahasa indonesia ”sekiranya”.Keadaan yang
didasarkan pada “sekiranya” dipungut dari sumber-sumber yang dekat pada
perasaan aktor sendiri dan punya pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan
batin seorang aktor. Jika aktor telah berhasil mengadakan hubungan antara
kehidupannya dan peranan yang harus dimainkan, maka ia akan merasakan dorongan
atau rangsangan dalam. Hal yang perlu diperhatikan adalah menambahkan
serentetan kemungkinan-kemungkinan yang didasarkan pada pengalaman hidup aktor
sendiri, maka ia akan melihat bagaimana mudahnya untuk percaya dengan
sungguh-sungguh akan kemungkinan dari apa yang harus dilakukan.
Misalnya tokoh hidup di tahun 1933 dan aktor tidak memiliki
imajinasi untuk menuju ke tahun tersebut. Oleh sebab itu aktor perlu melakukan
eksplorasi sejarah melalui data-data, dan buku. Tujuan dari eksplorasi sejarah
ini adalah membuak pintu-pintu imajinasi, menjadikan masa lalu menjadi hidup,
mencari identifikasi, akhirnya mampu membuat aktor yakin bahwa aktor hidup di
dunia yang diberikan si penulis naskah, walaupun dalam hal ini ”tidak utuh”
namun setidaknya aktor perlu ”mendekati”. Dengan mendekati peristiwa sejarah
tersebut, aktor mampu membuat dirinya seakan-akan berada di dunia itu atau
bahkan ikut berpartisipasi dalam peristiwa sejarah itu.
Berdasarkan tujuan utama peranlah, aktor menggunakan ingatan
emosinya – mendekati perannya, karena tujuan utama peran terserap dalam setengah
jiwa aktor. Misalnya ketika memerankan tokoh Lu Kuei dalam drama Thunderstorm
karya Cao Yu. Lu Kuei memiliki tujuan utama mencari sumber uang untuk kehidupan
perjudiannya. Untuk memujudkan tujuan itu aktor mencari tujuan utama kecil di
dalam setiap adegan yang mengacu kepada tujuan utama besarnya.
Misalnya di adegan di adegan 1 ialah memungut keuntungan dari kebaikan Chou Ping (majikan) melalui Ssu Feng (anak perempuan Lu Kuei). Lalutujuan utama Lu Kuei di adegan 2 adalah menghalangi Lu Ta Hai (anak laki-laki Lu Kuei) agar tidak mengganggu sumber uangnya. Dan tujuan utama Lu Kuei di adegan 6 adalah menjilat Chou Fan Yi (majikan) agar tidak menanggapi perilaku Shih Ping (istri Lu Kuei) dan seterusnya. Inilah yang dimaksud bahwa tujuan utama ialah mercusuar untuk aktor. Dan untuk mendekati peran itu, aktor bisa menuliskan :
Misalnya di adegan di adegan 1 ialah memungut keuntungan dari kebaikan Chou Ping (majikan) melalui Ssu Feng (anak perempuan Lu Kuei). Lalutujuan utama Lu Kuei di adegan 2 adalah menghalangi Lu Ta Hai (anak laki-laki Lu Kuei) agar tidak mengganggu sumber uangnya. Dan tujuan utama Lu Kuei di adegan 6 adalah menjilat Chou Fan Yi (majikan) agar tidak menanggapi perilaku Shih Ping (istri Lu Kuei) dan seterusnya. Inilah yang dimaksud bahwa tujuan utama ialah mercusuar untuk aktor. Dan untuk mendekati peran itu, aktor bisa menuliskan :
”Aku” Lu Kuei. Aku lahir dalam keadaan miskin. Aku punya
istri dan dua anak. Aku bekerja kepada direktur tambang bersama anakku, Ssu
Feng. Melalui pekerjaan inilah aku mencari sumber uang untuk kehidupan
perjudianku. Aku tidak peduli dengan keluargaku.
Hanyalah Ssu Feng yang aku pedulikan, semata-mata agar bisa menghasilkan uang dan tentu uang tersebut juga untukku. Kebetulan Ssu Feng disukai oleh anak majikanku, Chou Ping. Aku memungut keuntungan dari kebaikan Chou Ping kepada Ssu Feng agar Chou Ping terus berperilaku baik dan memberikan uang padaku. Tidak akan kubiarkan sumber uangku dirampas atau diganggu. Lu Ta Hai, anak laki-lakiku juga bekerja di tambang tempat majikanku. Ia sangat membenci majikanku dan ingin sekali bicara. Aku tidak membiarkannya, karena itu bisa merusak reputasiku dan aku tidak bisa mendapatkan uang dari majikanku, dan seterusnya.
Hanyalah Ssu Feng yang aku pedulikan, semata-mata agar bisa menghasilkan uang dan tentu uang tersebut juga untukku. Kebetulan Ssu Feng disukai oleh anak majikanku, Chou Ping. Aku memungut keuntungan dari kebaikan Chou Ping kepada Ssu Feng agar Chou Ping terus berperilaku baik dan memberikan uang padaku. Tidak akan kubiarkan sumber uangku dirampas atau diganggu. Lu Ta Hai, anak laki-lakiku juga bekerja di tambang tempat majikanku. Ia sangat membenci majikanku dan ingin sekali bicara. Aku tidak membiarkannya, karena itu bisa merusak reputasiku dan aku tidak bisa mendapatkan uang dari majikanku, dan seterusnya.
Aktor menggunakan kata ”Aku” untuk mendekatkan peran Lu
Kuei. Kata ”Aku” menjadikan aktor tidak ada jarak dengan Lu Kuei. Sebagai salah
satu usaha untuk membuka ruang imajinasi tentang Lu Kuei. Catatan kecil inilah
yang digunakan aktor ketika itu di saat ia mendekati peran Lu Kuei.
Stanislavsky mengungkapkan bahwa seorang aktor besar yang
setelah selesai berperan di atas pentas apabila ditanya apa yang dirasakan di
atas panggung, ia pasti akan menjawab bahwa ia bermain santai dengan lawan
main, hanya sebatas itu saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa “sekiranya” juga
merupakan rangsangan bagi bawah-sadar yang kreatif. Di samping itu, ia membantu
aktor melaksanakan sebuah prinsip lain yang fundamental sifatnya bagi seni
yaitu “kreativitas tak sadar melalui teknik yang disadari.”
Stanislavsky juga menjelaskan tentang Aktor menubuhkan
tokoh. Aktor harus bisa menubuhkan tokoh, yang bertolak dari tubuh aktor
sendiri. Menubuhkan tokoh secara fisik menjelaskan dan memberikan ilustrasi dan
dengan demikian menyampaikan perasaan atau batiniah tokoh naskah yang
dimainkan. Aktor menggunakan ingatan emosinya dengan mengingat
kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman yang terjadi pada diri aktor dan
sekitarnya. Hal ini adalah sensitivitasnya sebagai seniman. Sensitivitas akan
pengalaman batin yang diperolehnya dari dirinya sendiri dan orang lain.
Aktor mendadani tokoh. Mendadani tokoh merupakan langkah
memberikan detail-detail makna pada tokoh. Detail-detail inilah yang akan
membuat aktor tidak mencintai diri sendiri lagi namun ia akan mencintai tokoh
yang akan dimainkan. Seorang aktor haruslah cermat dan detail dalam memberikan
sisi kemanusiaan dalam diri tokoh. Aktor dalam mendadani tokoh hendaknya
menjauhkan diri dari pengamatan-pengamatan yang klise dan umum. Tahap ini
memerlukan pengamatan yang tajam, khusus, dan terperinci dari kategori-kategori
umum. Aktor harus bisa menjelaskan asal-usul tokoh dan hal-hal yang
mengungkapkan identitas tokoh.
Tokoh yang diperankan apabila bertolak belakang dari
kepribadian aktor membutuhkan tenaga ekstra.
Mendadani tokoh tersebut hendaknya diawali oleh rasa percaya diri aktor bahwa yang dilakukannya ini adalah nyata. Bahwa dalam mendadani tokoh dengan langkah, suara, dan gerak tubuh yang berbeda dengan diri aktor haruslah jujur dan tulus. Ketika aktor dihadapkan pada tokoh yang jahat, namun kepribadiannya menunjukkan pribadi yang santun. Aktor harus memiliki kejujuran, ketulusan dan percaya diri yang kuat bahwa dirinya adalah jahat. Sebisa mungkin ketika berhadapan dengan orang-orang yang ada di sekitar aktor, hendaknya juga berperilaku jahat. Misalnya dengan tidak sopan kepada orang tua. Hal tersebut akan memberikan reaksi yang kuat pula oleh orang tua. Pada saat itulah aktor berhasil mendandani tokohnya. Sensasi-sensasi baru akan datang bila orang lain melihat aktor sebagai pribadi yang jahat bukan pribadi yang santun, karena pada hakekatnya akting berbicara tentang kemanusiaan tokoh bukan kemanusiaan aktor. Sensasi-sensasi itu yang akan merangsang aktor semakin gila menunjukkan kemanusiaan tokohnya. Aktor akan hidup dalam tokoh dan menyembunyikan jati dirinya sebagai aktor.
Mendadani tokoh tersebut hendaknya diawali oleh rasa percaya diri aktor bahwa yang dilakukannya ini adalah nyata. Bahwa dalam mendadani tokoh dengan langkah, suara, dan gerak tubuh yang berbeda dengan diri aktor haruslah jujur dan tulus. Ketika aktor dihadapkan pada tokoh yang jahat, namun kepribadiannya menunjukkan pribadi yang santun. Aktor harus memiliki kejujuran, ketulusan dan percaya diri yang kuat bahwa dirinya adalah jahat. Sebisa mungkin ketika berhadapan dengan orang-orang yang ada di sekitar aktor, hendaknya juga berperilaku jahat. Misalnya dengan tidak sopan kepada orang tua. Hal tersebut akan memberikan reaksi yang kuat pula oleh orang tua. Pada saat itulah aktor berhasil mendandani tokohnya. Sensasi-sensasi baru akan datang bila orang lain melihat aktor sebagai pribadi yang jahat bukan pribadi yang santun, karena pada hakekatnya akting berbicara tentang kemanusiaan tokoh bukan kemanusiaan aktor. Sensasi-sensasi itu yang akan merangsang aktor semakin gila menunjukkan kemanusiaan tokohnya. Aktor akan hidup dalam tokoh dan menyembunyikan jati dirinya sebagai aktor.
Aktor dan tokoh merupakan dua kepribadian yang tidak mungkin
lepas satu sama lain. Menjadi tokoh, aktor pun juga harus melakukan penahahan
diri. Aktor pun jujur, konsisten, tanpa penekanan yang berlebihan. Hal tersebut
dilakukan untuk menjaga diri aktor berada dalam batas-batas yang digariskan
lakon. Aktor harus pandai dalam bersembunyi dari dirinya untuk berakting.
Bersembunyi dari dirinya adalah usaha yang dilakukan aktor untuk menampilkan
sisi-sisi manusia dari tokoh yang dimainkannya. Stanislavsky (2008 : 33)
mengatakan : “Dengan demikian, suatu penokohan atau karakterisasi adalah topeng
yang menyembunyikan jati diri aktor. Di balik topeng itulah, aktor menelanjangi
jiwanya hingga bagian yang paling intim. Inilah ciri khas dari penokohan.”
Aktor yang memerankan tokoh yang bertolak belakang dengan
kepribadiannya merupakan suatu tantangan tersendiri. Karakterisasi atau
penokohan dengan pembalikkan dari kepribadian asli aktor merupakan sebuah
reinkarnasi, dan hal tersebut adalah sesuatu yang hebat. Aktor pun sebagai
seniman, dapat dibilang sebagai pencipta citra, yang harus menggunakan
perwatakkan yang memungkinkan aktor menjadi “jelmaan” dalam melaksanakan
pemeranannya.
Aktor dan ‘konsep mengekang dan mengendalikan’. Sebelum
melakukan penafsiran fisik dan memindahkan kehidupan batin suatu tokoh, aktor
harus membebaskan diri dari semua gestur yang berlebihan. Tiap aktor harus
mengekang gestur-gesturnya untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, dikuasai
oleh gestur-gestur itu (Stanislavsky, 2008 : 86). Ketika naskah “Kucing Hitam”
karya Edgar Allan Poe dimainkan di atas panggung, banyak aktor yang
mengeluarkan gestur-gestur berlebihan guna menunjang drama emosional mencekam
yang dituntut oleh naskah tersebut. Hasilnya pun, aktor tidak mampu mengucapkan
artikulasi dialog dengan jelas, karena terus-terusan dibarengi oleh tetesan air
mata dan ditutupi oleh gestur lengan dan tangan yang berlebihan.
Aktor harus mengerti arti dari pengekangan dan pengendalian.
Dengan mengekang dan menguasai gestur, aktor akan merasakan ekspresi fisik
menjadi lebih baik, makin bernas, makin rapi dan transparan. Pada saat inilah,
dibarengi oleh penguasaan intonasi suara, kelenturan ekspresi wajah untuk
menyampaikan nuansa halus emosi dan kehidupan batin suatu peran (Stanislavsky,
2008 : 87). Pengekangan gestur dalam penggarapan tokoh amatlah penting. Agar
dapat lepas dari diri sendiri dan mengulang hal-hal lahiriah yang sama dalam
memerankan tokoh-tokoh berbeda. Aktor mutlak melakukan pembuangan dan
pembersihan gestur. Semua gerak lahiriah yang mungkin wajar bagi aktor di luar
panggung memisahkannya dari tokoh yang diperankannya dan mengingatkan si aktor
akan dirinya sendiri. Dibutuhkanlah penghematan gerak yang seketat mungkin
dalam permainan aktor sepanjang lakon dipentaskan. Semakin aktor melaksanakan
pengekangan dan pengendalian diri dalam proses penciptaan peran, semakin jernih
bentuk dan gambaran perannya serta semakin kuat pengaruhnya terhadap penonton.
Diperlukan aktor hanyalah satu atau dua sentuhan kecil untuk menghidupkan
peran, merampungkan dan menyempurnakan bentuknya, karena seni berasal dari
sentuhan-sentuhan kecil (Stanislavsky, 2008 : 90).
Aktor memberi fokus kepada energi yang sudah dimiliki si
aktor. Usaha memfokuskan energi itu adalah usaha menyerahkan diri sepenuhnya
kepada aksi dramatis naskah karena proses transformasi adalah proses
memfokuskan diri yang dilakukan dalam latihan, dari hari pertama sampai hari
pertunjukkan. Setelah aktor menemukan fokusnya melalui aksi dramatis, maka
aktor akan merasakan energi mengalir ke adegan yang dimainkan dengan mengalir,
tanpa dipaksa. Merasakan aliran energi dari rantai aksi dan reaksi
pertunjukkan, aktor akan merasakan bukan saja siapa dirinya tetapi juga siapa
dia menjadi, sebagai si karakter, menjadi manusia baru.
Stanislavsky (1863-1938) adalah salah seorang mahaguru
teater dunia. Dia mengupas berbagai topik menyangkut kesiapan intelektual,
fisik, spritual,dan emosional seorang aktor secara rinci. Dengan gaya dialog
antara guru dan murid. Stanislavsky menunjukkan langkah demi langkah untuk
menggerakkan publik pada tawa, airmata, dan emosi-emosi yang tak terlupakan.
Stanislavsky ialah pelopor teater realisme di Rusia. Aliran ini selanjutnya
berkembang menjadi arus utama dunia akting di Barat. Stanislavsky juga seorang
aktor, sutradara teater dan salah seorang pendiri Moscow art Theatre. Metode
Stanislavsky inilah yang digunakan untuk proses keseluruhan analisa penafsiran
peran.
No comments:
Post a Comment