Apa Itu Agenda Setting ?
Sebelum lebih jauh membahas mengenai teori agenda setting
itu apa ada lebih baiknya juga kita membahas terlebih dahulu mengenai sejarah
dan pencetus dari teori agenda setting tersebut.
Selanjutnya pembahasan mengenai sejarah teori agenda setting
akan dibahas di bawah ini.
Teori agenda
diperkenalkan pada tahun 1968 ketika kampanye pemilihan presiden AS dipelajari.
Studi tersebut berhasil menemukan korelasi yang tinggi antara bobot berita dan
rating pemilih, yang kemudian menjadi hipotesis teori agenda. Meningkatkan
makna pokok bahasan kepada khalayak (Nuruddin, 2007: 195). Hasil penelitian ini
kemudian menjadi fenomena kunci dalam penciptaan teori agenda oleh Maxwell
McComb dan Donald L. Shaw pada tahun 1972 (Lubis, 2007: 106). Yang pertama
diterbitkan dengan judul “The Agenda Setting Function of the Mass Media” Opini
Publik Triwulanan no. 37 (Bungin, 2006: 279).
Maxwell McComb dan Donald L Shaw kemudian menjadi tokoh
utama teori ini ketika para peneliti menguji teori tersebut, yang empat tahun
setelah penelitian (1968-1972) baru saja mengumumkan kepada publik bahwa
penelitian mereka mengkonfirmasi hipotesis asalkan mereka setuju. nama teori
agenda setting teori.
Penelitian yang mengarah pada pemilihan presiden AS tahun
1968 juga menjadi latar belakang sejarah munculnya teori agenda. Meskipun dulu
para sarjana memiliki ide/pandangan yang cenderung disamakan dengan teori
agenda karena pengaruh media yang teramati terhadap publik. Hanya pada saat itu
mereka belum mencapai titik di mana teori semacam itu dinyatakan sebagai teori
agenda.
Definisi Teori Agenda Setting
Secara etimologis, konsep agenda setting dapat dipahami
sebagai penetapan atau penyusunan agenda/peristiwa/kegiatan. Hal ini sejalan
dengan agenda atau pengaturan kondisi yang disampaikan oleh beberapa pakar
komunikasi Indonesia.
Agenda Setting Menurut McCombs dan Shaw, “media massa
memiliki kemampuan untuk menggeser agenda berita mereka ke dalam agenda publik”
(Griffin, 2010). Pemahaman ini menjelaskan bahwa media massa memiliki kekuatan
untuk mempengaruhi bahkan membentuk cara berpikir masyarakat yang terpapar
informasi. McCombs dan Shaw lebih lanjut menjelaskan bahwa media memiliki
kemampuan untuk membuat orang menilai sesuatu yang penting berdasarkan apa yang
dikatakan media, dengan kata lain, kita menghargai apa yang dianggap penting
oleh media.
Kedua peneliti itu juga menekankan bahwa ini tidak berarti
bahwa mereka menyalahkan. Sehingga media selalu secara sadar mempengaruhi
publik dengan informasi dan berita yang disampaikan melalui media dan memiliki
tujuan tertentu.
Teori Agenda Setting adalah teori bahwa media adalah pusat
penegakan kebenaran, yang mampu mengangkat dua elemen, yaitu kesadaran dan
pengetahuan, ke dalam agenda publik. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan
kesadaran publik dan mengarahkan perhatian pada isu-isu yang dianggap penting
oleh media.
Apa yang disampaikan oleh media massa tentunya berpedoman
pada kaidah jurnalistik yang berlaku, apalagi ada jurnalis di media massa yang
mengolah dan menyampaikan informasi sesuai dengan prinsip jurnalistiknya. Namun
dalam hal ini McCombs dan Shaw menjelaskan bahwa apa yang diberitakan di media
dianggap penting dan harus diperhatikan oleh masyarakat luas.
Media tidak mempengaruhi pikiran orang dengan memberi tahu
mereka apa yang harus dipikirkan dan ide atau nilai apa yang mereka miliki,
tetapi dengan memberi tahu mereka masalah dan isu apa yang harus dipikirkan.
Masyarakat umum cenderung memutuskan bahwa apa yang disiarkan melalui media
massa benar-benar layak untuk diketahui masyarakat luas dan dipublikasikan.
Menurut Bernard C. Cohen, teori agenda setting adalah teori
bahwa media adalah pusat penentuan fakta di mana media dapat mengangkat
dua elemen kesadaran dan pengetahuan
dalam agenda publik mengarahkan
kesadaran dan perhatian publik terhadap isu-isu apa yang dianggap penting oleh
publik. Dia berpendapat bahwa “sebagian besar dari waktu yang telah lewat,
jurnalisme mungkin tidak berhasil berbicara kepada orang-orang yang berpikir,
tetapi berhasil membuat pemirsa masuk ke dalam pemikiran mereka.” (Baran dan
Dennis, 2007:13), Stephan W. Littlejohn dan Karen A. Foss berpendapat bahwa teori
agenda setting adalah teori bahwa media menciptakan citra atau tema
penting dalam pikiran. Sebab, media harus selektif dalam pemberitaannya.
Saluran berita sebagai penjaga gerbang informasi membuat pilihan tentang apa
yang harus dilaporkan dan bagaimana caranya.
Apa yang diketahui publik pada waktu tertentu adalah hasil
dari media gating (Littlejohn dan Foss,
2009: 16). d) Syukur Kholil mengutip pendapat Samsudin A. Rahim berpendapat
bahwa agenda setting adalah peran media, yang memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi opini dan perilaku publik dengan menetapkan agenda untuk apa yang
dianggap penting (Kholil, 2007:36).
Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa teori
agenda setting ingin menjelaskan tentang peran besar media massa dalam
menentukan agenda orang-orang yang terpapar informasi.
Publik terbiasa dengan berita yang disampaikan oleh media
massa, sehingga menjadi topik pembicaraan dalam komunikasi sehari-hari. Berita
atau informasi yang disampaikan oleh media massa bukan hanya
ilmu atau informasi bagi masyarakat, tetapi bahkan dapat mengubah gaya
hidup, perilaku atau sikap masyarakat.
Prinsip Dasar Teori Agenda Setting
Prinsip dasar dari teori Agenda-setting adalah bahwa ketika
media menekan suatu peristiwa, media mempengaruhi publik untuk melihat
peristiwa itu sebagai penting. Sederhananya, apa yang dianggap penting oleh
media, juga dianggap penting oleh publik. Wasis Sarjono menulis dalam bukunya
Komunikasi Penyuluhan Pembangunan (2017) bahwa teori agenda setting
mengasumsikan bahwa media memiliki pengaruh yang sangat kuat, terutama karena
asumsi tersebut terkait dengan pembelajaran dan bukan untuk mengubah sikap dan
pendapat. Ada dua asumsi dasar dalam teori agenda, yaitu:
Jurnalisme dan media massa tidak mencerminkan realitas,
tetapi menyaring dan membentuk isu.
Media massa menawarkan banyak topik dan lebih menekankan
pada topik tertentu, yang pada gilirannya memungkinkan audiens untuk menentukan
topik mana yang lebih penting daripada yang lain.
Setiap media memiliki potensinya sendiri untuk membentuk dan
mengembangkan agendanya sendiri. Pada dasarnya, kunci dari teori agenda adalah
menentukan peran suatu isu atau peristiwa dalam proses gating. Media cenderung
membentuk persepsi publik dengan memberikan bagian pada setiap isu. Misalnya,
menyoroti masalah. Penonjolan tersebut menunjukkan adanya perbedaan perhatian
yang kemudian mempengaruhi persepsi (pengetahuan dan citra) terhadap peristiwa
atau subjek di mata publik.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa teori agenda-setting
bersifat unik karena mendukung dua asumsi dasar yang menarik. Pertama, teori
ini dengan jelas menyatakan bahwa media
massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan membentuk persepsi masyarakat.
Di sisi lain, teori ini juga mendukung hipotesis bahwa pada akhirnya segala
sesuatu kembali kepada individu, di mana
ia bebas memilih apa yang ingin diterimanya.
Penerapan Teori Agenda Setting
Penerapan pertama teori agenda setting untuk mempelajari
perubahan sikap pemilih selama kampanye presiden Amerika pada tahun 1968
menghasilkan hasil penelitian yang berbeda dari teori sebelumnya tentang
pengaruh media terbatas. Dengan kata lain, menurut teori agenda, media memiliki
kekuatan untuk menarik perhatian dan mempengaruhi publik terhadap suatu isu.
Beroperasinya teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa media sangat selektif
dalam meliput berita yang menarik khalayak baik dari segi nilai berita maupun
nilai jualnya. Jadi model agenda ini mengasumsikan adanya hubungan positif
antara penilaian media terhadap isu
tersebut dan perhatian publik terhadap isu yang sama (Rakhmat, 1993:68).
Berdasarkan teori agenda, liputan media positif dan negatif
tentang kandidat selama kampanye massa
sangat menentukan nasib seorang kandidat dalam sebuah pemilihan. Dengan
demikian, timbul anggapan bahwa “mengendalikan media berarti menguasai publik”
atau “mengendalikan media berarti menguasai massa (politik)”. Jauh sebelum McCombs dan Shaw memperkenalkan teori agenda,
Bernard Cohen berpendapat bahwa “pers lebih dari sekadar penyedia informasi dan
opini, mereka (media) mungkin tidak dapat memberi tahu orang apa yang harus
dipikirkan, tetapi memang demikian. Dunia tampaknya berbeda untuk orang yang
berbeda tidak hanya menurut visi pribadi mereka
tetapi juga menurut peta yang diberikan
kepada mereka oleh media (Stanley dan Dennis, 2007: 37).
Contoh Kasus Teori Agenda Setting dalam Komunikasi Massa Di Indonesia, ada banyak contoh agenda setting di media dan berdampak signifikan pada publik. Di Aceh, misalnya, media meliput penindasan terhadap Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelum Agustus 2005 atau negosiasi GAM-RI setelah Nota Kesepahaman Helsinki. Demikian pula berita tentang pemberantasan korupsi, mediator kasus (Markus), calo pajak dan agenda lainnya berhasil mempengaruhi publik kita (Nuruddin, 2007: 196).
Di Indonesia, teori agenda setting telah sering digunakan
(diuji) dalam survei untuk mengukur popularitas calon presiden setiap kali
sebelum pemilihan presiden sejak 2014 silam. Survei seperti Survei Indonesia (LSI) selalu menghasilkan
hasil keseluruhan yang mengejutkan karena ada perbedaan (terutama di media)
antara survei pertama musim kampanye dan survei berikutnya, yang berarti bahwa
hipotesis fungsi penyetelan telah terjadi. diuji lagi (Hamdani, 2011: 223).
Sebagai perbandingan,
studi Chaffee dan Izcaray (1975) tentang agenda surat kabar dan televisi di Barquisimeto,
Venezuela tidak menunjukkan efek yang
diharapkan. Penggunaan media oleh
responden oleh kedua peneliti ini tidak meningkatkan perhatian pada subjek yang
paling banyak mendapat perhatian di media. Di sini tampaknya status sosial
ekonomi responden mempengaruhi kepentingan relatif berbagai isu publik (Sendjaja,
1993: 26).
Studi-studi ini menunjukkan bahwa agenda media
dapat terjadi dalam situasi yang berbeda. Namun, kondisi negara maju dan negara
berkembang mungkin berbeda. Masih perlu adanya penelitian terkait
agenda media di negara-negara Dunia Ketiga,
karena sebagian besar agenda yang ada
telah dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat.
Dari kasus ini kita dapat melihat bagaimana sebuah agenda
bekerja, bahwa media mengarahkan publik “what to think” dengan memutarbalikkan
dan membentuk pesan media. Kenapa disebut agenda, karena isu ini diangkat oleh
media, menjadi isu nasional
Contoh lainnya yang paling jelas dari teori agenda setting
adalah berita televisi. Ketika kekerasan seksual terhadap anak meledak,
masyarakat menerima informasi ini sebagai gambaran kenyataan yang sebenarnya,
meskipun mereka tidak mengalaminya secara langsung. Informasi ini membuat
masyarakat sadar akan urgensi kasus dan lebih peka terhadap petunjuk yang
mengarah pada kasus tersebut. Tidak jarang setelah pelecehan seksual terhadap
anak terekspos di satu daerah, kasus serupa terungkap di daerah lain.
Hal ini menunjukkan bahwa media mempengaruhi cara berpikir
masyarakat, termasuk apa yang dianggap
penting dan tidak. Informasi yang disajikan di media membuat orang berpikir
bahwa itu penting dan layak untuk
diperhatikan. Media massa dapat menghadirkan kepada publik apa yang sebelumnya tidak terlihat, apakah itu benar-benar penting atau tidak.
Kritik Terhadap Teori Agenda Setting
Teori agenda setting ini dikritik karena di kalangan
peneliti media ada yang berpendapat bahwa media tidak selalu memiliki pengaruh
yang kuat terhadap agenda masyarakat. Kekuatan media tergantung pada
faktor-faktor seperti kredibilitas media pada isu-isu tertentu pada saat
tertentu, jumlah bukti yang saling bertentangan yang dirasakan oleh anggota
masyarakat individu, sejauh mana orang berbagi nilai media pada saat tertentu,
dan kebutuhan. . masyarakat, Littlejohn dan Foss, Teori, hal. 417.
Berdasarkan faktor-faktor ini, teori penetapan agenda
setting yang sesuai dengan era dan fenomena sosial telah dikritik. McComb dan
Shaw juga memprakarsai munculnya teori agenda, mengkritiknya dengan
menggambarkan bahwa orang bersifat pasif, sehingga agenda media mempengaruhi
agenda publik dengan mengendalikan lingkungannya. Jika dikaitkan dengan teori
efek terbatas, pengaruh media terhadap khalayak tidak sebesar yang diharapkan.
Ada hambatan yang menghalangi peran media terhadap publik, seperti tingkat
intelektual, pendidikan agama, norma keluarga, dll.
Banyak kritik telah diajukan menanyakan di mana letak
perbedaan penting antara efek media massa lalu dan pendekatan agenda untuk
menjelaskan sifat dan tingkat efek media yang diungkapkan kepada publik. Dalam
model ini, sedikit perhatian diberikan pada kenyataan, yang mengarah pada
hubungan timbal balik antara media dan agenda publik. Sering dilupakan bahwa
framing dan penyusunan agenda media serta visibilitas isu/peristiwa dalam
agenda publik merupakan proses yang tidak pernah berakhir dan tidak pernah berakhir.
Kurangnya perhatian terhadap proses, baik berupa agenda media maupun dalam
menjelaskan mengapa hal-hal tertentu yang disampaikan melalui media
mempengaruhi khalayak tertentu (Nuruddin, 2007: 198).
Kesimpulan
Sekian pembahasan singkat mengenai definisi dari teori
agenda setting. Pembahasan kali ini tidak hanya membahas definisi dari teori
agenda setting saja tapi juga membahas mengenai sejarah, prinsip dasar teori
agenda setting, penerapan teorinya, contoh kasusnya, serta membahas mengenai
kritik mengenai teori agenda setting tersebut. Memahami pengertian dari teori
agenda setting menjadikan kita lebih memahami mengenai pengaruh media massa
dalam membentuk pola pikir masyarakat luas.