ZOE Production

Nama alamat nomor telephone dan Whatsupp

Wednesday, January 23, 2019

Peranan Riset di Program Televisi

Secara umum, riset dapat dirumuskan sebagai pencarian pengetahuan atau setiap penyelidikan sistematis terhadap fakta-fakta yang ada. 
Riset adalah proses mengumpulkan, menganalisis, dan menerjemahkan informasi atau data secara sistematis, untuk menambah pemahaman kita terhadap suatu fenomena tertentu yang menarik perhatian kita.

Dilihat dari jenis data yang diolah, ada dua jenis riset:
Riset primer: Mengumpulkan data yang sebelumnya tidak ada. Data itu, misalnya, dikumpulkan dari subyek riset dan hasil eksperimen.
Riset sekunder: Merangkum, membandingkan, dan atau mensintesiskan hasil riset yang sudah ada. Artinya, riset sekunder itu memanfaatkan hasil riset primer.

Dalam ilmu-ilmu sosial dan kemudian juga dalam disiplin-disiplin lain, dua metode riset berikut ini dapat diterapkan, tergantung pada hal-hal yang menjadi materi subyek, serta tujuan diadakannya riset tersebut.

Riset kualitatif (memahami perilaku manusia dan alasan-alasan yang menentukan perilaku tersebut)
Riset kuantitatif (penyelidikan empiris yang sistematis terhadap hal-hal dan fenomena yang bersifat kuantitatif, serta hubungan-hubungan di antara mereka).
Mengapa riset penting?

Dalam konteks kerja jurnalistik di media elektronik, seperti TV, riset menjadi penting karena berbagai manfaat yang dapat diperoleh:
1. Menambah pemahaman kita terhadap sebuah topik.
2. Mempermudah menentukan arah dan sudut pandang peliputan.
3. Menjadi pemandu bagi kita dalam memulai peliputan.
4. Menjadi alat pembantu dalam pengambilan gambar.

Jenis-jenis riset di Divisi News TV

Dilihat dari pihak yang melakukan riset, secara garis besar terdapat dua macam riset yang dilakukan di Divisi News TV. Dua macam riset ini berbeda dalam hal-hal yang diriset, jenis data yang diolah, dan tujuan diadakannya riset tersebut.

Pertama, riset yang dilakukan oleh staf RCD (Research Creative Development).
Kedua, riset yang dilakukan oleh para pengelola program di masing-masing program, baik bulletin maupun magazine. Pengelola program di sini bisa produser, asisten produser, reporter, camera person, atau PA (production assistant).

Riset oleh Staf RCD
Riset yang dilakukan oleh staf RCD secara umum bertujuan mendukung kinerja Divisi News dalam pencapaian target rating/share, yang telah ditetapkan oleh pimpinan TV. Target rating/share itu sendiri biasanya diputuskan dalam rapat kerja tahunan TV. RCD juga diminta mengevaluasi dan membantu pengembangan program yang sudah ada, serta perencanaan program-program baru.

Mempertimbangkan tujuan tersebut, maka yang dijadikan obyek riset oleh staf RCD adalah kinerja setiap program, yang bernaung di bawah Divisi News. 

Ukuran keberhasilan tiap program ini sangat jelas dan terukur, yaitu besarnya angka rating/share yang diperoleh. Data rating/share semua program ini secara berkala dipasok oleh lembaga pemeringkat dari luar, yakni AGB Nielsen Media Research Indonesia, kepada TV (dan stasiun-stasiun TV lain) selaku klien.

Dengan demikian, riset yang dilakukan oleh staf RCD pada dasarnya adalah riset sekunder, karena RCD tidak menghitung sendiri angka rating/share tersebut. Data rating/share yang diolah RCD adalah hasil riset/survei yang sudah ada, yang dilakukan oleh AGB Nielsen.

Untuk setiap program, pertanyaan yang bisa diajukan, misalnya:
Mengapa rating/share program itu naik? Mengapa pula turun?
Apakah kenaikan atau penurunan rating/share itu lebih dipengaruhi faktor internal (kemasan atau kualitas tayangan) atau faktor eksternal (tayangan TV kompetitor)?

Jika lebih dipengaruhi faktor internal, apa saja yang mempengaruhi? (pilihan host, talent, nara sumber, kualitas gambar, slot penayangan, narasi, alur cerita, pilihan lagu/backsound, pilihan topik/tema, dan sebagainya)

Pembenahan apa saja yang bisa dilakukan, untuk memperbaiki kinerja program tersebut di masa mendatang?
Tayangan program seperti apa, yang tampaknya menjadi tren atau sedang digemari khalayak penonton?
Dan lain-lain.

Riset oleh Pengelola Program


Riset yang dilakukan oleh pengelola program terutama bertujuan mendukung kinerja program bersangkutan, dalam pencapaian target rating/share yang telah ditetapkan pimpinan Divisi News TV. Jadi, cakupannya lebih terbatas ketimbang riset yang dilakukan staf RCD. 

Karena tujuan yang sifatnya lebih terbatas tersebut, obyek riset pengelola program umumnya adalah hal-hal konkret, yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan operasional liputan. Ini terutama dirasakan untuk program-program magazine.

Hal-hal konkret itu, misalnya:


Dukungan content untuk pemilihan topik liputan episodik yang tepat, yang disesuaikan dengan segmen penonton yang dituju pada slot program bersangkutan.
Pemilihan narasumber, host, talent yang tepat, yang diperkirakan akan menghasilkan paket tayangan yang berkualitas.
Informasi untuk pemilihan lokasi dan waktu liputan yang tepat. Termasuk di sini perhitungan waktu, biaya, teknis-peralatan yang dibutuhkan, gangguan cuaca, dan potensi-potensi permasalahan lain di lapangan.

Logikanya, jika dukungan content lengkap dan pelaksanaan operasional liputan dapat berlangsung dengan baik, hal ini akan menghasilkan materi liputan yang memadai dan gambar yang baik. Hal-hal terebut akan berdampak pada kualitas program/tayangan yang dibuat (post-production), dan pada akhirnya, hasilnya akan tercermin pada angka rating/share program tersebut. Angka rating/share akan tinggi manakala penonton puas dengan tayangan tersebut.

Seperti juga riset yang dilakukan staf RCD, sebagian besar riset yang dilakukan pengelola program adalah riset sekunder. Informasi atau data yang dikumpulkan, dirangkum, diolah, dan dianalisis, adalah data yang tersedia secara meluas, terbuka, dan prinsipnya bisa diakses siapa saja di media massa. Data itu bisa diperoleh antara lain dari suratkabar, majalah, brosur, buku, situs web, blog, siaran pers, dan sebagainya. 

Berkat perkembangan yang pesat dari media online, mayoritas riset yang dilakukan adalah secara online (banyak media cetak yang juga sudah go online). Selain praktis, riset semacam ini juga murah, menghemat banyak biaya dan waktu, dan tidak memerlukan mobilitas pengelola media.

Hasil penjelajahan dari berbagai situs, surat kabar, atau info lain dirangkum menjadi outline atau TOR liputan, yang berisi latar belakang masalah, arah liputan, kebutuhan gambar dan grafis, serta nara sumber yang diperlukan.

Tentu saja, tidak semua hal bisa diriset melalui media online. Tak jarang, media online hanya menyediakan informasi yang terbatas, sehingga pengelola program harus mencari tambahan informasi dari sumber-sumber lain. 
Atau, bisa jadi juga, media online menyediakan informasi lama yang belum di-update, sehingga informasi itu tidak sesuai dengan kondisi lapangan, dan tidak bisa diandalkan. 

Ketika sebuah situs kuliner pada tahun 2008 memberitakan tentang sebuah restoran A, yang menyediakan menu istimewa B, bisa jadi restoran itu sekarang sudah tutup dan penutupannya tidak diberitakan. Kalau tanpa mengecek lebih dahulu, si reporter langsung tergesa-gesa berangkat meliput, bisa jadi dia hanya membuang-buang waktu, uang, dan tenaga secara sia-sia, karena terpaksa pulang tanpa hasil.

Ada beberapa langkah, yang bisa dilakukan untuk mengatasi kekurangan informasi di media online itu, antara lain:

(1) Meminta bantuan kontributor atau koresponden TV di daerah, untuk mengecek atau mengkonfirmasikan informasi tertentu. Mereka juga bisa diminta bantuan untuk membuat janji liputan dengan nara sumber, dan sebagainya.

(2) Menggunakan jasa tenaga fixer. Fixer adalah orang luar, bukan karyawan TV, yang menawarkan jasa untuk membantu sebuah liputan. Mereka biasanya sudah punya kontak dengan beberapa nara sumber tertentu di daerah domisilinya, dan bisa membantu mencarikan nara sumber yang tepat untuk liputan topik-topik tertentu. Tentu saja, jasa ini harus dibayar (menambah biaya liputan). 

(3) Melakukan riset lapangan sendiri untuk melihat lokasi, menemui dan mewawancarai nara sumber (pra-liputan), mengecek biaya operasional, kebutuhan alat, dan sebagainya. Melakukan riset lapangan sendiri adalah yang terbaik, sebab reporter dan camera person adalah yang paling tahu tentang topik liputan dan konsep tayangan yang mau dibuat.

Contoh riset oleh pengelola program: 
Liputan untuk program Suara Dapil (magazine). Program ini berdurasi 30 menit, terbagi dalam 3 segmen, masing-masing segmen sekitar 7 menit (diselingi oleh dua commercial break, yang total break memakan durasi sekitar 9 menit).

Format program sudah jelas, yakni tiap segmen akan membahas isu yang berbeda, namun ada benang merah yang menghubungkan setiap segmen, sehingga setiap episode tampil secara utuh.

Misalnya, sudah dipilih topik tentang Dapil di Aceh.
Segmen 1: Lokasi  dan Konstituen Dapil di Aceh.
Segmen 2: Kegiatan Anggota dan Aspirasi masyarakat Aceh.
Segmen 3: Sosialisasi tugas DPR dan Pengawasan Pembangunan.

Nah, dari arahan yang sudah jelas ini, periset langsung mencari lokasi konstituen/dapil, kegiatan masyarakat yang akan diliput, serta nara sumber di Aceh yang bisa dihubungi. Tugas liputan semacam ini relatif sederhana, nara sumbernya juga terbuka dan mudah diakses, sehingga tidak terlalu membutuhkan bantuan koresponden atau fixer atau Tenaga Ahli (TA) anggota. 

Sebaliknya, bantuan akan dibutuhkan untuk liputan yang lebih rumit dan berisiko, misalnya, liputan investigatif atau sidak tentang peredaran senjata ilegal atau jaringan peredaran ganja di Aceh dalam tupoksi pengawasan terhadap kinerja perangkat Pemda dll.

Tuesday, January 22, 2019

Shutter speed atau sering disebut dengan kecepatan rana merupakan salah satu dari 3 fungsi dasar pencahayaan pada kamera. Aperture/bukaan, kecepatan film/ISO, dan shutter speed / kecepatan rana bekerja sama dalam menyesuaikan seberapa banyak cahaya yang ditangkap oleh sensor/film dan bagaimana cahaya tersebut direkam. Lebih mudahnya, shutter speed adalah waktu antara kita memencet tombol shutter di kamera sampai tombol ini kembali ke posisi semula.
Shutter speed merupakan salah satu kontrol penting yang mendasar pada kamera. shutter speed mengatur lama waktunya diafragma/rana terbuka. Dengan kata lain mengatur lama waktunya sensor digital atau film terkena cahaya. Shutter speed diukur dalam detik dan settingnya adalah kelipatan 2. Misalnya sebagai berikut : 1/2000 detik (sangat cepat), 1/1000, 1/500, 1/250, 1/125, 1/60, 1/30, 1/15, 1/8, 1/4, 1/2, 1, 2, 4 dan 8 detik (sangat lambat). Bahkan kamera modern sekarang shutter speed ada yang sangat lambat sampai 30 detik dan ada juga fitur bulb yaitu rana akan terbuka terus sesuai kemauan kita (membuka dan menutup secara manual). Selain itu juga dilengkapi fitur pilihan 1/2 atau 1/3 stop sehingga memungkinkan kita untuk merapatkan setiap kenaikan shutter speed.
Shutter speed mempunyai efek lain selain dari fungsi utama tersebut. Semakin cepat kecepatan yang kita pakai, maka efek freezing-nya semakin kuat (membekukan gerakan). Semakin lambat kecepatannya, efek dinamisnya yang akan muncul.

Untuk lebih mudah dalam memahami kecepatan rana, berikut adalah beberapa ilustrasi yang dapat membantu:

Setting shutter speed sebesar 500 dalam kamera anda berarti rentang waktu sebanyak 1/500 (seperlimaratus) detik. Ya, sesingkat dan sekilat itu. Sementara untuk waktu eksposur sebanyak 15 detik, kamu akan melihat tulisan seperti ini: 15’’
Setting shutter speed di kamera anda biasanya dalam kelipatan 2, jadi kita akan melihat deretan seperti ini: 1/500, 1/250, 1/125, 1/60, 1/30 dst. Kini hampir semua kamera juga mengijinkan setting 1/3 stop, jadi kurang lebih pergerakan shutter speed yang lebih rapat; 1/500, 1/400, 1/320, 1/250, 1/200, 1/160 … dst.
shutter speed kecepatan rana camera
foto layar pengaturan kamera dslr canon dengan mode shutter speed priority (Tv)

Untuk menghasilkan video/foto yang tajam, gunakan shutter speed yang aman. Aturan aman dalam kebanyakan kondisi adalah setting shutter speed 1/60 atau lebih cepat, sehingga video/foto yang dihasilkan akan tajam dan aman dari hasil video/foto yang berbayang (blur/ tidak fokus). Kita bisa mengakali batas aman ini dengan tripod atau menggunakan fitur Image Stabilization.
Batas shutter speed yang aman lainnya adalah: shutter speed kita harus lebih besar dari panjang lensa kita. Jadi kalau kita memakai lensa 50mm, gunakan shutter minimal 1/60 detik. Jika kita memakai lensa 17mm, gunakan shutter speed 1/30 det.
ilustrasi shutter speed kecepatan rana
contoh ilustrasi angka shutter speed untuk membekukan gerakan dan membuat kabur gerakan

Shutter speed untuk membekukan gerakan. Gunakan shutter speed setinggi mungkin yang bisa dicapai untuk membekukan gerakan. Semakin cepat obyek bergerak yang ingin kita bekukan dalam video/foto, akan semakin cepat shutter speed yang dibutuhkan. Untuk membekukan gerakan burung yang terbang misalnya, gunakan mode Shutter Priority (Simbol huruf TV/S) dan set shutter speed di angka 1/1000 detik (idealnya ISO diset ke opsi auto) supaya hasilnya tajam. Jika kamu perhatikan, video/fotografer olahraga sering menggunakan mode Tv/S ini.
diagram kecepatan kamera shutter speed
contoh ilustrasi shutter speed untuk membekukan (freezing) air mancur

Blur yang disengaja – shutter speed untuk menunjukkan efek gerakan. Ketika memotret benda bergerak, kita bisa secara sengaja melambatkan shutter speed kita untuk menunjukkan efek pergerakan. Pastikan kamu mengikutkan minimal satu obyek diam sebagai jangkar video/foto tersebut.
foto panning
contoh foto dengan teknik panning, foto ini dibuat dengan pengaturan kecepatan rendah dan efek blur dapat memberikan kesan yang lebih dramatis

Perlu diingat, bahwa shutter speed tidak bisa berdiri sendiri. Dua kontrol kamera yang lain (aperture dan ISO) saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Selain itu, efek dari masing-masing kontrol tersebut juga berbeda-beda. Walaupun begitu, justru dengan adanya variasi tersebut, kita malah bisa berkreasi untuk membuat suatu video/foto yang unik, indah, dan luar biasa.

Seringkali setelah membeli kamera digital baik dslr maupun saku (pocket), kita terpaku pada mode auto untuk waktu yang cukup lama. Mode auto memang paling mudah dan cepat, namun tidak memberikan kepuasan kreatifitas.
Bagi yang ingin “lulus dan naik kelas” dari mode auto serta ingin meyalurkan jiwa kreatif  kedalam video/foto yang dihasilkan, ada baiknya kita pahami konsep exposure. Kamera pada dasarnya adalah sebuah alat yang berguna untuk menangkap cahaya melalui sensor kamera. Cahaya yang masuk akhirnya diterjemahkan oleh sensor menjadi sebuah gambar. Apabila cahaya yang diterima oleh kamera kurang, gambar akan menjadi gelap – dalam dunia fotografi, hal ini sering disebut dengan Under Exposed (UE). Sebaliknya apabila cahaya yang masuk ke dalam kamera berlebih, gambar akan menjadi terlalu terang atau disebut dengan Over Exposed (OE). 

contoh foto perbandingan exposure compensation (under, standard & over exposed)

Bryan Peterson, telah menulis sebuah buku berjudul Understanding Exposure yang didalamnya diterangkan konsep exposure secara mudah. Peterson member ilustrasi tentang tiga elemen yang harus diketahui untuk memahami exposure, dia menamai hubungan ketiganya sebagai sebuah Segitiga Fotografi. Setiap elemen dalam segitiga videografi/fotografi ini berhubungan dengan cahaya, bagaimana cahaya masuk dan berinteraksi dengan kamera.
Ketiga elemen tersebut adalah:
  1. ISO – ukuran seberapa sensitif sensor kamera terhadap cahaya
  2. Aperture – seberapa besar lensa terbuka saat foto diambil
  3. Shutter Speed – rentang waktu “jendela’ didepan sensor kamera terbuka
Interaksi ketiga elemen inilah yang disebut exposure. Perubahan dalam salah satu elemen akan mengakibatkan perubahan dalam elemen lainnya.


3 elemen penting dalam memahami exposure

Perumpamaan Segitiga Eksposur
Mungkin jalan yang paling mudah dalam memahami exposure adalah dengan memberikan sebuah perumpamaan. Dalam hal ini kita umpamakan segitiga exposure seperti halnya sebuah keran air.
  • Shutter speed bagi saya adalah berapa lama kita membuka keran
  • Aperture adalah  seberapa lebar kita membuka keran
  • ISO adalah kuatnya dorongan air 
  • Sementara air yang mengalir melalui keran tersebut adalah cahaya yang diterima sensor kamera
Tentu bukan perumpamaan yang sempurna, tapi paling tidak kita mendapat ide dasarnya. sebagaimana anda lihat, kalau exposure adalah jumlah air yang keluar dari keran, berarti kita bisa mengubah nilai exposure dengan mengubah salah satu atau kombinasi ketiga elemen penyusunnya. Jika kamu mengubah shutter speed, berarti mengubah berapa lama keran air terbuka. Mengubah Aperture berarti mengubah seberapa besar debit airnya, sementara mengubah seberapa kuat dorongan air dari sumbernya.


ilustrasi kran, air, gelas dalam memahami exposure

Kamera saat ini sudah memiliki kemampuan melihat gambar dan menghitung exposure yang canggih. Bahkan informasi tentang kombinasi antara Shutter Speed, Aperture dan ISO dapat tergambarkan dengan sangat baik. Kamera DSLR ataupun kamera pocket/saku sudah memiliki fitur pilihan mode exposure, apakah itu otomatis, semi otomatis atau manual. 
Pada kamera DSLR terdapat mode Exposure (Manual) dan Otomatis (Automatic, Program, Aperture Priority dan Shutter Speed Priority). Silahkan membuka kembali buku manual kamera masing-masing untuk mengatur mode-mode tersebut pada kamera. 
Untuk menggunakan manual exposure, kamu harus memahami terlebih dahulu tentang Shutter Speed, Aperture dan ISO. Jika ketiganya dipahami, kamu bisa menuangkan air di dalam gelas tanpa harus tumpah ataupun kurang adalah hal yang mudah. 

Exposure Compensation
Exposure Compensation adalah sebuah fitur kamera untuk mengubah hasil perhitungan exposure baik dari manual ataupun auto expoosure. Biasanya disimbolkan dengan sebuah tanda EV +/-

indikator light meter kamera

Kapan kita dapat menggunakan Exposure Compensation? Adalah pada saat kita menggunakan auto/manual exposure, namun hasil foto lebih gelap/terang dari yang diinginkan sebelumnya. Maka naikkan Exposure Compensation sebesar +1EV dan begitu juga sebaliknya, jika ingin foto lebih gelap, turunkan menjadi -1EV atau lebih. 
Rumus Exposure = Shutter Speed + Aperture + ISO = Exposure
Exposure Compensation bukan bagian dari faktor penentu exposure. Exposure Compensation hanya mengubah hasil perhitungan auto exposure saja. Jika kita menerapkan Exposure Compensation positif, maka hasil perhitungan auto exposure kamera akan lebih terang daripada sebelumnya. Jika kita menerapkan Exposure Compensation negatif, maka hasil perhitungan auto exposure akan lebih gelap dari sebelumnya. 

contoh tombol untuk mengubah exposure compensation pada kamera dslr nikon & canon


penjelasan elemen exposure compensation pada layar kamera

Segitiga Exposure wajib untuk dipelajari dan dipahami jika ingin belajar videografi/fotografi lebih lanjut. Selamat mencoba! 


Monday, December 17, 2018



Memilih lensa bukan soal lensa mana yang diinginkan, tapi soal lensa apa yang dibutuhkan.
Kamera yang bagus harus didukung dengan lensa yang sempurna pula untuk menghasilkan foto yang memuaskan. Di antara banyak variasi lensa yang tersedia di pasaran saat ini, kamu perlu mengetahui lensa seperti apa yang dibutuhkan. Coba cek rekomendasi lensa kamera DSLR 2017 berikut ini, siapa tahu ada lensa yang sedang kamu butuhkan di daftar ini. Biar semakin mantap untuk membelinya.

Canon EF 50mm f/1.8 STM
Bagi kamu yang sedang mengincar lensa prime Canon dengan harga yang bersahabat, kamu bisa melirik lensa yang satu ini. Lensanya cukup bisa beradaptasi karena bisa digunaakn di sensor full frame dan APS-C DSLR. Jarak fokusnya tetap 50mm dengan bukaan rana maksimal f/1.8 (cakap untuk efek bokeh). Jarak fokus efektifnya 80mm untuk kamera APS-C dan 50mm untuk kamera full frame. Motor penggeraknya sangat halus dan memiliki silent autofocus untuk foto dan video. Lensa ini cocok untuk fotografi portrait sampai fotografi dengan cahaya minim.

Nikon AF-S FX NIKKOR 50mm f/1.8G (Auto Focus)


Tak mau kalah dengan Canon, Nikon juga memiliki lensa dengan spesifikasi serupa tapi dengan harga yang agak lebih mahal sedikit. Lensa ini bisa digunakan untuk beragam fungsi, mulai dari olahraga sampai portrait, kamu hanya butuh kamera DSLR Nikon (idealnya model FX). Kinerjanya cepat, bentuknya compact dan merupakan pilihan yang tepat untuk fotografer pemula atau pun profesional. Hasil fotonya tajam, detail, dan sanggup mengatasi ketersediaan cahaya yang minim. Hal yang perlu diperhatikan adalah lensa ini memiliki jarak fokus minimum sekitar 50cm, artinya kamu tidak bisa terlalu dekat dengan objek saat ingin memotret.

Sigma 10-20mm f/3.5 EX DC HSM


Sigma dikenal sebagai salah satu produsen lensa papan atas di industri fotografi dan merupakan produsen lensa independen terbesar di dunia. Produk mereka dipercaya sebagai lensa yang kokoh dan dapat diandalkan untuk berbagai macam kamera dan tujuan dari fotografi itu sendiri dan lensa ini pun tak jauh berbeda. Dengan rentang fokus hanya 10-20mm, lensa ini akan memberikan kedalaman ruang yang sangat lebar, bisa membantu untuk menangkap ruangan lebar dalam satu frame, hingga sedikit menciptakan ilusi optik untuk ruangan yang sebenarnya tidak besar. Lensa ini hadir dengan variasi yang bisa digunakan untuk kamera DSLR Canon, Nikon, Pentax dan Sony.

Baca juga: Tips yang harus dilakukan sebelum menjual kamera dan peralatan kamera bekas pakai.

Tamron AF 70-300mm f/4.0-5.6


Para pengguna Nikon perlu mempertimbangkan kemampuan yang ditawarkan lensa besutan Tamron ini karena ini adalah lensa Tamron pertama yang didukung dengan Ultrasonic Silent Drive (USD) yang bisa mendapatkan fokus super cepat. Artinya, lensa ini sangat ideal untuk menangkap momen olahraga seperti balapan, lari, dan objek lainnya yang bergerak cepat. Tamron juga memasangkan fitur kompensasi getaran untuk mendukung fotografi mendapatkan foto yang lebih stabil tanpa bantuan tripod.


Sigma 24-105mm F4.0 DG OS HSM


Lensa ini merupakan salah satu pilihan lensa sapu jagad terbaik yang pernah dibuat. Dengan harga yang relatif terjangkau, kamu akan mendapatkan sebuah lensa yang mengkombinasikan kualitas gambar dan jarak fokus tele dengan kemampuan rasio zoom yang tinggi sehingga hasil foto tidak terdistorsi. Lensa ini hadir dengan fitur Sigma Hyper Sonic Motor (HSM) yang dapat melakukan autofocus secara cepat, tidak berisik, dan akurat serta dengan optical stabilization.

Menentukan lensa yang dibutuhkan memang merupakan tantangan tersendiri dan kelima lensa ini tak harus kamu miliki semua. Cukup pilih yang benar-benar kamu butuhkan kalau tidak mau dompet menipis secara drastis.

Wednesday, August 1, 2018

Proses produksi acara berita televisi RTV PARLEMEN 

Kata kunci untuk memproduksi atau membuat program adalah ide atau gagasan. Ide atau gagasan inilah yang kemudian diwujudkan melalui produksi.
Proses menyiarkan berita televisi cukup rumit. Hal ini disebabkan tim yang terlibat cukup banyak. Reporter, juru kamera, juru lampu (lightingman) maupunjuru suara (soundman) biasanya adalah kerabat kerja yang ditugaskan di lapangan untuk meliput berita. Para kerabat kerja yang telah berhasil meliput suatu peristiwa berbobot berita di suatu tempat, belumlah selesai, mereka harus bekerja untuk memprosesnya lagi setelah berada di studio. Reporter adalah juga seorang Produser bagi produksi berita yang ia liput, ia jualah yang bertanggung jawab untuk memproses hasil liputan tersebut sekembalinya ia ke studio dari tempat liputan.
Pada tahap awal, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan oleh reporter untuk mengolah hasil liputan. Pendekatan pertama, ia dapat menyusun atau menulis naskah berita terlebih dahulu. Seorang reporter harus memiliki beberapa pertimbangan khusus:
Copyright zOe Production. Powered by Blogger.

Contact Us

Name

Email *

Message *

Lighting, editing